Insentif Yang Paling Memotivasi Adalah… Uang? Salah!

incentive

Insentif yang paling ampuh untuk mengeluarkan performa terbaik karyawan adalah…

Jawabnya adalah:
insentif yang tidak berupa uang, tangible (berwujud), dan spesifik (jelas)!
Kok bisa?

Sebenarnya bukan hanya Anda saja yang bingung, banyak para pemimpin dan manajer perusahaan raksasa yang juga merasa bingung: Bentuk seperti apa insentif yang paling ampuh untuk meningkatkan kinerja karyawan. Apakah dalam bentuk uang atau non-uang? Artikel yang dikutip dari Build Network (15/03/2013) berikut ini akan menjawab pertanyaan anda:

Percaya atau tidak, sudah tidak terhitung jumlahnya studi yang dilakukan untuk mencaritahu: Bentuk insentif yang mana yang paling efektif untuk meningkatkan performa karyawan, insentif dalam bentuk uang atau insentif tangible non-uang (liburan atau barang). Profesor Scott A. Jeffrey dan Gordon K. Adomdza melakukan riset pada karyawan-karyawan call center di sebuah perusahaan jasa keuangan dan menemukan bahwa “para karyawan lebih sering memikirkan insentif tangible non-uang dibanding insentif uang. Dan semakin sering karyawan memikirkannya, kinerjanya meningkat,” tulis mereka dalam jurnalnya. Hal ini menunjukkan bahwa kekuatan insentif tangible non-tunai dalam meningkatkan kinerja lebih besar dibandingkan insentif tunai.

Beberapa studi lain menekankan pentingnya  untuk lebih memperjelas bentuk dari insentif non-uang. Dalam The Journal of Economic Psychology, profesor psikologi Victoria A. Shaffer dan Hal R. Arkes menemukan bahwa “bila diberi pilihan yang hipotetik (berandai-andai) di antara insentif uang dan non-uang, para partisipan cenderung memilih insentif uang.” Namun ketika pilihannya sudah tidak lagi bersifat hipotetik (dapat dilihat wujudnya), sebuah insentif non-uang yang jelas wujudnya ditampilkan di atas meja, para partisipan bekerja lebih keras untuk mendapatkan insentif non-uang (namun spesifik) tersebut dibandingkan insentif uang.

Goodyear Tire & Rubber Company menggunakan konsep ini untuk menguji efektivitas insentif mereka sepanjang 1994. “Studi mereka sangat sederhana dan elegan,” kata profesor Duke University Dan Ariely, seorang pakar dalam ekonomi perilaku. “Pertama mereka meranking 60 ritel distrik berdasarkan pencapaian penjualannya, lalu mengelompokkan mereka dalam 2 grup yang seimbang performanya. Kemudian mereka menjanjikan satu grup dengan insentif uang (untuk menjual produk ban yang baru) sementara grup yang satunya dijanjikan insentif tangible non-uang yang nilainya setara dengan uang untuk grup pertama. Hasilnya, grup yang dijanjikan insentif tangible non-uang membukukan nilai penjualan 50% lebih tinggi dibanding grup dengan insentif uang.

“Penjelasan yang masuk akal adalah,” lanjut Ariely, “kita dapat memvisualisasikan insentif tangible (bayangkan Anda sedang berjemur di pantai Hawaii), yang mampu menciptakan respon emosional. Sementara uang, tidak bisa menghasilkan visualisasi/bayangan (selain Paman Gober yang sedang berenang di kolam uangnya), maka tidak muncul pemicu emosinal sebagaimana yang terjadi insentif tangible non-uang. Akibatnya, insentif berupa uang kalah efektif dalam memotivasi karyawan.”

Sumber: The Build Network

Leave a comment